Ma'had 'Aly Tahfizhul Qur'an
Darul Ulum
Buniaga - Bogor - Jawa Barat

Bukan Hidup Untuk Makan

Kalau kita menilik kehidupan Rasulullah, kita akan jumpai bahwa gaya hidup beliau adalah pola hidup yang penuh kesederhanaan. Dalam berpakaian, misalnya, beliau tidak mengenakan pakaian yang memperlihatkan ketenaran dan kebesaran (syuhrah). Demikian pula dalam aspek-aspek kehidupan yang lain.

Suatu hari Umar bin Khathab menangis. Bukan karena kehilangan buah hati tercinta, bukan pula karena kecurian harta. Beliau menangis saat melihat di punggung Rasulullah yang tersingkap, ada garis-garis bekas tikar pelepah kurma yang beliau pakai untuk alas tidur. Umar terenyuh, sekelas Rasulullah, pemimpin besar umat Islam, hanya tidur beralas pelepah kurma, bukan kasur empuk.

Dalam sebuah riwayat digambarkan betapa dapur rumah Rasulullah, pernah dalam satu bulan tidak mengepulkan asap. Yang dimakan hanya kurma ditemani air minum. pernah pula dalam tiga hari berturut-turut keluarga beliau tidur dalam keadaan lapar tanpa makan malam. Subhanallah!

Kondisi beliau adalah kondisi terbaik yang dipilihkan Allah untuk Nabi-Nya. Bukannya Rasulullah tidak mampu membeli makanan. Bukan juga karena beliau tak mempedulikan kebutuhan fisik. Sama sekali bukan. Ini semua demi mendidik umat beliau. Ajaran-ajaran mengenai pola hidup sederhana beliau praktekkan langsung di kehidupan nyata. Sehingga, apa yang beliau sampaikan itu betul-betul mengena dan berterima di hati umatnya.

Seandainya Rasulullah mau, beliau bisa saja menampilkan gaya hidup mewah dan glamor. Kalau mau berhitung tentang harta kekayaan Rasulullah, tak kalah beliau dengan pengusaha-pengusaha besar dan konglomerat. Bisa kita bayangkan, betapa besar ghanimah yang beliau terima setelah peperangan usai. dan itu sudah cukup untuk menyebut Rasulullah sebagai kaya.

Namun, setiap kali memiliki harta, pastilah tak bertahan lama di tangan beliau. Begitu dermawannya Nabi umat ini. Setiap kali ada orang datang meminta pastilah beliau beri selama masih memiliki apa yang diminta.

Fokus perhatian beliau bukan pada urusan makanan dan pakaian. Apalagi, beliau seorang pemimpin besar yang harus melihat kondisi umatnya. Kita makan sekedar untuk menyehatkan  badan supaya mampu beribadah : hidup mulia. Bukan menghabiskan hidup untuk memenuhi nafsu perut.

Dalam soal harta, Rasulullah mengajari kita untuk selalu ‘memandang ke bawah’. Hikmahnya, kita akan lebih mensyukuri nikmat karena ternyata ada sekian banyak orang yang hidup lebih susah dibandingkan kita. Ada sekian banyak fakir miskin yang menanti uluran tangan. Ada sekian banyak anak yatim piatu yang harus disantuni. Dan lagi, ada keperluan besar lainnya yang dahulu juga diprioritaskan oleh Rasulullah dengan mengorbankan kebutuhan beliau dan keluarga : prioritas dakwah dan perjuangan Islam.

Nah, itu semua membutuhkan dana yang tidak sedikit. Kita pun, sebagai umat beliau harus bisa mencontoh. Hindari penghambur-hamburan uang (tabdzir). Kita ambil secukupnya untuk memenuhi kebutuhan, lalu sebagiannya kita infaqkan di jalan Allah. pahala beratus kali lipat siap menanti di belakang pengorbanan besar ini. Melalui pola hidup sederhana, kita menabung untuk akhirat. Ingat, kita makan untuk “hidup”, bukan hidup untuk makan!

Oleh : Herliawan Setia Budi